
DESAGLOBAL.ID,
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan terus menggenjot nilai ekspor
produk perikanan ke Tiongkok untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi
nasional. Di antaranya dengan melakukan penguatan kerjasama bilateral serta
meningkatkan kualitas mutu dan keamanan produk perikanan sehingga memiliki daya
saing tinggi di pasar global.
Menteri
Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memaparkan, Indonesia dan Tiongkok
telah menandatangani nota kesepahaman baru tentang kerjasama maritim. Kedua
negara sepakat untuk memperkaya, memperluas dan meningkatkan mekanisme kerja
sama maritim yang saling menguntungkan.
"Indonesia
dan Tiongkok juga telah menandatangani nota kesepahaman tentang jaminan
keamanan dalam impor dan ekspor produk akuatik. Saya yakin dengan terwujudnya
platform ini secara bilateral akan mendorong ekspor hasil perikanan yang lancar
dengan kerja sama ekonomi yang mengusung keberlanjutan sumber daya ikan,"
ujar Menteri Trenggono dalam Forum Kemitraan Bisnis Indonesia - Tiongkok yang
digelar oleh Kemenko Marves di Jakarta, Rabu (23/6/2022).
Tiongkok
termasuk mitra dagang utama sektor kelautan dan perikanan Indonesia di kawasan
Asia. Ekspor produk perikanan Indonesia ke Negeri Tirai Bambu dalam kurun waktu
5 tahun terakhir menunjukkan tren positif, yakni meningkat dari USD 477 juta
pada 2017 menjadi USD 890 juta pada 2021.
Sedangkan
dalam skala global, volume dan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia ke pasar
internasional meningkat masing-masing 2,5% dan 5,80% per tahun. Pertumbuhan ini
sebagian besar disumbang oleh lima komoditas utama yaitu udang (34,83%), tuna
(15,14%), cumi (11,27), kepiting (7,97%) dan rumput laut (6,58%).
Menteri Trenggono memastikan, target peningkatan ekspor ini tetap mengutamakan kebutuhan dalam negeri. Di samping itu, pengelolaan sistem perikanan tangkap maupun budidaya mengutamakan keberlanjutan ekosistem sesuai prinsip ekonomi biru.
"Untuk
memastikan perikanan yang berkelanjutan, dan mendukung ekspor produk perikanan
KKP menerapkan kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota penangkapan. Wilayah
dan kuota khusus akan dialokasikan untuk komunitas nelayan lokal dan
tradisional. Hal ini akan menempatkan masyarakat sebagai salah satu penerima
manfaat utama dari ekonomi perikanan dan kelautan," pungkasnya.* (na-rls)