
DESAGLOBAL.ID,
LAMONGAN - Desa Paciran populer dengan sebutan Kampung Rajungan, karena
sebagian besar warganya berprofesi sebagai nelayan rajungan. Tercatat sebanyak
1.142 nelayan tergabung ke dalam tujuh Kelompok Usaha Bersama (KUB). Tak ayal,
produksi rajungan mampu menggerakkan ekonomi desa, bahkan berkontribusi
terhadap perekonomian nasional. Setiap tahunnya, rata-rata hasil tangkapan
rajungan mencapai 389.250 kg dengan taksiran nilai produksi lebih dari Rp46
miliar. Bahkan berhasil menembus pasar ekspor, terutama Amerika Serikat,
Prancis, Jepang, dan Korea Selatan.
Tak hanya
itu, kegiatan hilirisasi usaha rajungan sudah berjalan aktif. Setidaknya
terdapat sembilan Unit Pengolahan Ikan (UPI) berskala mikro dan kecil atau
disebut miniplant dan telah tergabung ke dalam Kelompok Pengolah dan Pemasar
(Poklahsar) Gampang Rukun dan Poklahsar Persaudaraan Ibu Nelayan (PIN).
Penyerapan tenaga kerjanya pun melibatkan masyarakat setempat yang kebanyakan
istri nelayan dengan rata-rata pekerja 10-80 orang per miniplant. Khusus untuk
Poklahsar, Toha memberikan pendampingan legalitas perizinan usaha seperti Nomor
Induk Berusaha, Pangan Industri Rumah Tangga, dan Halal Majelis Ulama
Indonesia.
Plt. Kepala
Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), Kusdiantoro menyampaikan pengembangan SDM di
kampung tersebut sebagai dukungan terhadap program prioritas yang menjadi
terobosan KKP. Salah satunya adalah pembangunan kampung perikanan budidaya
berbasis kearifan lokal.
Sebelumnya,
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan terdapat tiga
kategori kampung, yaitu kampung perikanan budidaya pedalaman untuk komoditas
air tawar; kampung perikanan budidaya pesisir untuk komoditas payau; serta
kampung perikanan budidaya laut. Pada rapat kerja dengan Komite II Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia, 18 Januari lalu, Menteri Trenggono
menyampaikan, pembangunan kampung perikanan merupakan salah satu program yang
akan diakselerasi pada tahun 2022. Menurutnya, pembangunan tersebut bertujuan
untuk memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat dan mendorong pembangunan di
berbagai daerah.
Hal tersebut
terjadi salah satunya di Paciran. Kesejahteraan yang dirasakan nelayan Paciran
tentunya tak lepas dari kiprah penyuluh perikanan yang sehari-hari
mendampinginya. Toha masih teringat betul pertama kali ia ditugaskan menyuluh
di Desa Paciran pada 2011 silam. Kehidupan nelayan begitu pas-pasan dengan
hasil tangkapan yang minim.
"Saya
melihat potensi rajungan yang besar, sayangnya masyarakat masih hidup secara
individu. Mereka akan besar jika memiliki kelembagaan sendiri. Untuk itu, saya
berinisiatif membentuk kelompok sebagai wadah usaha nelayan," ujar Toha.
Pendekatan
kelompok melalui KUB merupakan strategi pemberdayan masyarakat pesisir yang
efektif. Manfaat yang dirasakan lebih besar bagi anggota karena dapat
meningkatkan kemampuan usaha, akses permodalan, pemasaran, dan mengakses
program pemerintah ataupun Corparate Social Responsibility dari perusahaan.
Sebagai penyuluh pendamping, Toha aktif menyuarakan alat tangkap yang ramah
lingkungan, khususnya bubu lipat untuk menangkap rajungan. Ia juga gencar
menyosialisasikan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021
tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di wilayah Republik
Indonesia agar terjaga keberlanjutannya di alam.
Tak hanya
itu, teknik penangkapan dan penanganan rajungan yang baik juga ia bekali.
Dengan begitu, rajungan yang dihasilkan nelayan memiliki kualitas terbaik dan
berharga tinggi. "Dulu sekilo rajungan cuma dihargai 40.000 sampai 60.000
rupiah, sekarang dengan kualitas yang lebih baik harganya naik jadi 120.000
sampai 130.000 rupiah per kilogram," tutur Tsabit, Ketua KUB Kelopo
Kembar, salah satu nelayan binaan Toha.
Menariknya,
kini nelayan Paciran mampu memanfaatkan alat bantu penangkapan seperti GPS,
aplikasi perkiraan cuaca berbasis smartphone, dan mesin penarik jaring
(gardan). Dulu nelayan hanya mampu berlayar 8-10 mil dengan bubu yang dibawa
200-300 unit saja per kapal. Kemudian adanya teknologi penangkapan, nelayan
mampu menempuh lokasi fishing ground sampai 30 mil dengan bubu sebanyak 400-600
unit per kapal. Dampaknya terjadi peningkatan produktivitas tangkapan rajungan.
Setiap tahunnya, KUB binaan Toha mendapat bantuan dari pemerintah, seperti bantuan 1.000 unit bubu rajungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur dan 10 unit GPS dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan. Akses pinjaman dengan bunga ringan lewat BLU LPMUKP KKP juga telah diraih kedua KUB binaannya dengan nominal Rp500 juta di tahun 2020. Nelayan juga tak lagi risau memasarkan rajungan tangkapannya, karena pada tahun 2021 ada kerja sama antara kelompok dengan Aruna, startup pemasaran perikanan digital. Mereka merasa diuntungkan sebab harga jual rajungan lebih kompetitif.
Sebagai
informasi, pada tahun 2021, Desa Paciran ditetapkan sebagai Desa Inovasi/Desa
Mitra BRSDM. Berbagai kolaborasi kegiatan penyuluhan bersama pemerintah daerah
dilakukan. Salah satunya adalah transfer ilmu pengetahuan dan teknologi
penangkapan rajungan hingga pengolahan dan pemasaran produk rajungan, terasi,
kerupuk cumi, dan pindang layang.* (na-rls)