
DESAGLOBAL.ID,
Jakarta - Keterlibatan para pelaku pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
memiliki nilai pembelajaran yang penting. Maka dari itu, untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di desa, perlu dilakukan rekognisi pembelajaran
lampau terhadap pengalaman kerja di desa.
“Bismillahirrohmanirrohim,
hari ini akan kita mulai program Rekognisi Pembelajaran Lampau Desa hasil
kerjasama antara Kementerian Desa PDTT dengan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro,
Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Negeri Surabaya. Ini adalah wujud
penghormatan kepada para pegiat desa,” ujar Menteri Abdul Halim Iskandar,
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), saat
membuka Kegiatan Perkuliahan perdana Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)
Kabupaten Bojo Bojonegoro di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) secara
virtual, Selasa (29/3/2022).
Dalam
kesempatan tersebut, Gus Halim menegaskan soal prinsip RPL Desa, Pertama
Legalitas yaitu Perguruan tinggi sebagai penyelenggara RPL Desa diyakini miliki
legalitas. Kedua, aksebilitas, yaitu Kepala Desa, Perangkat Desa, Badan
Permusyawaratan Desa, Pengelola BUM Desa
serta Pegiat Pemberdayaan Masyarakat Desa berkesempatan mengikuti
program RPL Desa.
“Tentunya
peserta RPL Desa harus dapat membuktikan pengalaman kerja atau kontribusi pada
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Dan semua pegiat desa memiliki
kesamaan kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi melalui program ini,”
ujarnya.
Yang ketiga
menurut Gus Halim adalah Kesetaraan pengakuan (equivalence) yaitu akumulasi
capaian pembelajaran setiap individu yang diperoleh dari pendidikan nonformal,
informal, dan/atau pengalaman kerja harus diakui setara dengan capaian
pembelajaran formal. Keempat, Transparan yaitu Informasi mengenai RPL Desa
diumumkan secara luas dan terbuka bagi semua pemangku kepentingan dan Kelima,
Penjaminan mutu yaitu Kemendes PDTT bersama perguruan tinggi penyelenggara
harus menjamin mutu seluruh pelaksanaan RPL Desa.
“RPL Desa
mewujudkan Desa Masuk Kampus, karena para pegiat desa memampatkan tacit
knowledge, sebagai pengetahuan intuitif dan tidak terstruktur, menjadi tulisan
ilmiah yang teruji secara akademis. Mahasiswa RPL Desa dituntut mengembangkan
kapasitas abstraksi dari pengalaman, serta sebaliknya menggunakan abstraksi
ilmu pengetahuan guna meningkatkan efektivitas berikut efisiensi pembangunan
desa,” pungkasnya.
Agar
diketahui, RPL Desa juga merupakan pengakuan atas capaian pembelajaran yang
diperoleh Kepala Desa, Perangkat Desa, Anggota Badan Permusyawaratan Desa,
Pengelola BUM Desa, Tenaga Pendamping Profesional, serta Pegiat Pemberdayaan
Masyarakat Desa dari pendidikan formal, nonformal, informal, dan/atau
pengalaman kerja sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan formal jenjang
D4/S1, S2, dan S3.
RPL Desa
dikembangkan Kementerian Desa PDTT dari Peraturan Mendikbudristek Nomor 41/2021
tentang Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Regulasi ini merupakan pelaksanaan
dari Peraturan Presiden Nomor 8/2012 mengenalnya sebagai Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI). Di dalamnya didialogkan kesejajaran keahlian
akademis dengan keahlian praktis, otodidak, termasuk pengalaman kerja.
Sebagai informasi hingga tahun 2021, di Desa masih terdapat sebanyak 45.387 kepala desa, 43.876 sekretaris desa, 31.147 pengurus BUM Desa, dan 7.889 tenaga pendamping profesional adalah lulusan SMA. Kemudian sebanyak 20.450 kepala desa, 25.721 sekretaris desa, 15.477 pengurus BUM Desa, dan 23.735 tenaga pendamping profesional telah menyelesaikan studi S1/D4.
Turut hadir
dalam peluncuran itu, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Bapak Prof. Dr.
Sumaryanto, Bupati Bojonegoro Anna Mu'awanah, Civitas Akademika UNY dan seluruh
mahasiswa RPL Desa Universitas Negeri Yogyakarta.* (sil-sumber:
kemendesa.go.id)