
Oleh
: UIS - Uung Ibnu Shobari
Roisul ‘Amm MPP Madeenah Indonesia
Pengurus ICMI Orwil Provinsi Banten
Menukil
catatan Prof. Dr. K.H. Wawan Wahyuddin, M. Pd, Rektor Universitas Islam Negeri
atau UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten yang diterbitkan oleh salah satu
media di Tangerang, Kabar Fajar bahwa beliau menyampaikan "Pancasila
merupakan falsafah bangsa yang nilai kelahiran dan kesaktiannya terletak pada
nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila itu sendiri."
Kelahiran Pancasila menjadi tolak ukur kebersesuaian suasana yang secara
historis sangat membekali bangsa Indonesia sejak lahirannya pada 1 Juni 1945,
dimana saat itu ditetapkannya tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila
dikarenakan pada tanggal 1 Juni 1945, kata Pancasila pertama kali disebut oleh
Presiden Pertama RI, Soekarno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Menarik
untuk dicatat dan dicermati, bahwa sebuah nilai telah mampu membuktikan
terhadap apapun itu yang menjadi panduan dasar dalam setiap lumpah-lampah
kehidupan yang tengah kita jalankan di muka bumi ini. Sebut saja, kata Indonesia
yang dalam kajian literasi bahasa awalnya memiliki kandungan makna yang tidak
sembarangan. Begitu pula kata Pancasila yang telah menjadi pedoman dasar
kebangsaan NKRI, tiada lain bahwa lahirnya Hari Lahirnya Pancasila setidaknya
memiliki kandungan makna dan nilai yang menguatkan terdiri dari 5 (lima) /
panca dan sila yang berarti dasar / pondasi sebagai wujud keutuhan Bangsa
Indonesia berdasarkan Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Penuh
Hikmah, Kebijakan yang Menyeluruh, Berkeadilan dan Berperadaban.
Perjalanan
Dakwah Memaknai Pancasila di Mata Muallaf Asing
Dalam
pada itu, dengan usia bangsa ini yang mendekati 1 (satu) abad ini, tiada lain
yang patut kita syukuri adalah kemampuan secara khidmat masyarakat kita
menjalankan nilai-nilai Pancasila tersebut, walau di sisi lain masih banyak
terdapat kekurangan dan kecerobohan bangsa ini mengakui kehebatan dan kesaktian
Pancasila sebagai falsafah negara. Terdapat dua hal yang berbeda, pada setiap 1
Oktober diperingati juga Hari Kesaktian Pancasila, disinyalir bahwa kata
"sakti" betul-betul telah menghipnotis seluruh rakyat Indonesia dan
sebagian warga bangsa lainnya, yang jika dilaksanakan dengan keutuhan nilai
personal maupun institusional betapa nilai kesaktiannya telah membuat tertegun
seorang Muallaf Asing Luqman Landy kebangsaan Australia dengan lantang
menyatakan " Jika bangsa Indonesia betul-betul menjalankan nilai
Pancasila dengan utuh, tiada lain pilihannya bahwa Bangsa Indonesia telah
memimpin dunia, tidak lagi menjadi Bangsa yang mengemis di panggung
dunia." Tuturnya, saat getol berdakwah di Indonesia kisaran
tahun 1998 hingga 2018 bersama UIS.
Dalam
perjalanan dakwahnya, sebut saja LHL (Luqman Hakim Landy, red.) yang
dirasakan olehnya betapa bahwa bumi pertiwi yang penuh dengan nilai-nilai
surgawi ini tiada lain karena betapa perjuangan para pendahulu bangsa Indonesia
secara utuh telah membuktikan menjaga NKRI dari cara bagaimana memaknai serta
menjalankan Pancasila yang bukan saja sebuah simbol kata-kata, melainkan di
dalamnya banyak mengandung visi-misi kebangsaan yang universal, plural dan
memiliki tingkat kehati-hatian dalam menatakelola bangsa ribuan pulau menjadi
satu kesatuan yang utuh dari pelbagai perbedaan agama, rasa dan budaya di
setiap wilayah yang dihuninya. Sontak LHL salah satu yang juga akhirnya
kepincut mempersunting 3 istri asal Indonesia yang melahirkan 8 (delapan)
putra-putri yang berdarah Australia Jawa Timur, Lombok dan Banten.
Tidak
hanya itu, dalam berkarir dakwahnya selama Kolumnis (UIS) mendampinginya bahwa
tatanan hukum kepeduliannya tumbuh hingga melahirkan kurang lebih 112 lembaga
satuan pendidikan, kemanusiaan dan sosial yang tersebar luas di Banten
Selatan, Lombok, Aceh, Palembang. Dalam usianya yang nyaris juga sepadan dengan
usia Bangsa Indonesia, kini LHL kembali ke tanah kelahirannya di Negeri Kanguru
dan meninggalkan jejak rekam yang sangat berkesan dan banyak hikmah
kebaikan-kebaikan, betapa hasil risetnya saat Mahasiswa adalah bukti
kecintaannya terhadap NKRI yang mengantarkannya menjadi seorang Muslim di
Indonesia pada tahun 1978 (45 tahun lalu). Kini, beliau adalah salah satu Pimpinan
Dewan Kehormatan dan Penyantun Majelis Pimpinan Pusat (MPP) Madeenah Indonesia.
Tolak
Ukur Histori dan Kelahiran BPIP
Kajian
ilmiah para Akademisi dan hasil riset lembaga-lembaga negara yang sejatinya juga
telah mampu mewarnai bangsa ini dengan nilai-nilai luhur Pancasila tiada lain
kesan yang dibangun di mata rakyat bahwa Pancasila adalah segalanya. Betul
adanya memang, namun tidak semudah itu menganggap bahwa hanya sebatas ucapan
spontan lisan-lisan yang tidak bertanggung jawab dalam tindakan kehidupannya
yang tak berkesesuaian dengan kelima dasar Pancasila tersebut.
Semua
itu terjawab sudah dengan lahirnya BPIP yang konon telah menjadi lembaga negara
yang kredibel dan mampu menjadi benteng pertahanan atas kesaktian Pancasila
tersebut. Otokritik yang terbangun di mata publik juga tidak sedikit terhadap
hadirnya BPIP tersebut, akan tetapi dengan sejalannya waktu peran Pemerintah
telah membuktikan keseriusannya dalam mengokohkan wadah itu yang
digadang-gadang akan mampu mempertahankan nilai-nilai Pancasila.
Satu
bukti tautan resmi diambil dari bpip.go.id tentang begitu ketatnya pengawalan
nilai-nilai luhur Pancasila termaktub sebagai berikut : Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila atau disingkat BPIP adalah lembaga yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki tugas
membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila,
melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi
Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan
standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap
kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga
tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial
politik, dan komponen masyarakat lainnya. BPIP merupakan revitalisasi dari Unit
Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPIP).
Bagaimana
memaknai Pancasila itu Islami ?
Kolumnis
(Uung Ibnu Shobari, red.) saat ini menyampaikan sedikit kajian dan riset
syariah berdasarkan keutuhan nilai-nilai Pancasila atas pendekatan yuridis
berdasarkan Syariat Islam / Qanoon yang dianggap sebuah tatanan tematik Islam
memandang secara universal. Bahwa, pendekatannya bersadasarkan kajian Al-Qu'ran
dan Assunnah yang tiada lain adalah pedoman mutlak bagi sesiapa saja yang mau
benar-benar belajar atas diskursus ke-Islaman yang rahmatan lil 'aalamien.
Kelima
dasar Pancasila tersebut tidak jauh dari kajian Islam bahwa yang pertama adalah
urusan Tauhid, dimana ini adalah kemutlakan bagi bangsa Indonesia wajib
berketuhanan dengan dalil naqly yang terdapat dalam S.Q. Al-Ikhlas : 1 "
Qul Huwallaahu Ahad " kalimat Ahad dalam kajian gramatikal bahasa resmi
Arabnya tidak lepas dari makna yang betul-betul Ke-esaannya dan jika diteruskan
dalam ayat berikutnya tak akan ada yang mampu untuk disandingkannya. Lebih-lebih
jika dikaji lebih dalam dalam sifat-sifat wujud Dzat Illahi, maka tiada lain
adanya kita semua karena Ahad-Nya dan sifat Ada-Nya.
Urusan
kemanusiaan yang memiliki penuh kecintaaan dengan berkeadilan dan berperadaban
itulah nilai luhur yang sejatinya diusung oleh Islam dan semua agama dimana pun
berada, walau tetap dengan penuh keyakinan sebagai orang Muslim bahwa Islam
adalah agama yang benar pascadisempurnakannya panduan hukum Islam dengan kitab
Al-Qur'an, terlepas di negara kita dan di pelbagai negara ada pengakuan secara
legal berkembangnya agama dan kepercayaan lainnya. Sampai-sampai dalam Islam
urusan Adab dikuatkan dengan sebuah hadits H.R. Ahmad yang artinya:
"Seseorang itu mengikuti agama (akhlak) teman dekatnya, maka hendaklah
salah seorang dari kalian melihat dengan siapa ia
berteman." ini adalah bukti bahwa Sila Kedua Pancasila
berkesesuaian dengan ajaran Islam secara mutlak.
Lebih-lebih
Sila Ketiga, mengusung nilai sebuah persatuan atau dalam literatur Arab ditulis
sebagai "Al-Wihdah" dimana nilai-nilai persatuan dan kesatuan
merupakan ajaran kebaikan yang tak mungkin dibantah oleh siapa pun. Betapa
tidak, kajian ilmiah berdasarkan falsafah Pancasila ini adalah jembatan Ijtihad
bagi para Alim Ulama, Umara, Zu’ama dan Para Tokoh yang telah memiliki kesamaan
jiwa menyatu dan menyatakan bahwa kaidah Islamiyah mengatakan " Al-Quwwah
Bil Jaama'ah (Kekuatan itu Berada Dalam Kebersamaan)."
Sila
Keempat yang memadukan unsur kerakyatan dan kepemimpinan, tak pelak bahwa hal
ini sangat sensitif jika dikaitkan dengan urusan leadership kebangsaan dengan
tentu banyak versi kajian apakah keberlangsungan nilai-nilai Sila Keempat in
masih layak dan siap dipertanggungjawabkan di mata Allah SWT dan atau hanya
sebatas urusan kepemimpinan di dunia. Dalam kajian Pemikiran Politik Islam
sejak Kolumnis (UIS, red.) belajar di UIN Syarief Hidayatullah Jakarta tahun
99-an, bahwa kepemimpinan dalam Islam tetap wujudnya harus ada keberpihakan
antara bangsa, negara dan agama dengan begitu ketatnya perdebatan khazanah
tersebut, maka bisa diambil kesimpulan seorang Pemimpin wajib
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di dunia dan di akhirat kelak.
Tak
akan pernah bisa usai, apabila kita membahas Sila Keempat ini dikarenakan
sumber rujukan Kepemimpinan dalam Islam sangat rapi teratur dengan bukti S.Q.
Al-Baqarah : 30 Allah SWT menyatakan bahwa pencipataan Manusia sebagi Khalifah
di muka bumi ini telah membuat cemburu buta para Malaikat-Nya yang merasa
dirinya diciptakan dari Nur yang tak kalah hebatnya Manusia yang alakadar
diciptakan dari unsur tanah. Wallaahu A'lamu Bissowwab, tapi itulah kenyatannya
bahwa manusia di mata Allah telah diangkat derajatnya dengan alasan apapun
bahwa Allah Maha Mengetahui segalanya.
Tukilan
resmi dari situs detik.edu tentang Sila Kelima adalah Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Sila kelima yang nilainya bisa dijalankan dalam
keseharian salah satu contohnya adalah taat membayar pajak dan ikut menjaga
fasilitas umum. Lambang dari sila kelima adalah padi dan kapas. Padi dan kapas
diartikan sebagai kebutuhan pokok berupa pangan dan sandang yang diperlukan
oleh semua masyarakat Indonesia. Sehingga lambang padi dan kapas ini memiliki
makna semua rakyat Indonesia tidak perlu membedakan status sosial.
Pada
pembahasan berdasarkan simbol dan gambar yang terpaut pada Sila Kelima ini
merupakan wujud sosial dan nilai keadilan yang juga jelas-jelas Islam telah
hadir di pelbagai sumber literatur bahwa berkeadilan harus betul-betul
menyeluruh tanpa ada pembedaan yang signifikan terutama dalam urusan ras,
agama dan budaya. Akan tetapi porsi keadilan juga sesuai kaidah syariah
adalah juga harus berdasarkan proporsi yang akuntabel dalam segala hal terutama
berusan dengan kehidupan berbangsa, benegara dan beragama. " I'diloo Huwa
Aqrabu Littaqwaa " Berkeadilanlah, karena itu mendekatkan terhadap
ketaqwaan." juga kalimat " Wadh'u Syaiein Fie Mahallihi " adalah
juga rujukan Islam dalam qanoon yang ada bahwa Menempatkan Segala Sesuatunya
Harus Pada Tempatnya. " Tiada lain, semoga kita adalah bagian yang
berkemampuan dan terus mau belajar atas lahirnya Pancasila yang sesungguhnya
dan sarat dengan nilai-nilai yang Islami. (oenkmms45).